Aku mencari celah diantara banyaknya asa, barangkali ada
yang silap kuingat untukku usaha wujudkan dalam nyata. Namun aku merasa ini
akan menjadi sampah percuma, karena aku terlalu lambat menyesalinya.
Ribuan hari terlewati sia-sia. Sedangkan aku disini masih
sibuk membilang tentang cita-cita. Bagai masih menjadi boneka kecil ibu. Disaat
tersadar kini aku terlanjur renta.
Setapak demi setapak, menjadi mil yang tak pernah aku
bayangkan dapat melewatinya. Menyesakkan dada. Bahkan aku masih tak sadar diri
tentang sisa waktu Tuhan untukku menabung amal menemui-Nya. Catatanku masih
kosong tak bertinta, selain dari lembar dosa yang bahkan aku tak sanggup
menebusnya.
Aku wanita lalai dalam hidup. Gila pada harta, pada
keindahan dunia. Aku khilaf untuk kesekian kalinya, atau untuk sepanjang hayat
yang aku jalani selamanya.
Aku lupa pada hakikat sebuah kelahiran. Aku lupa pada kodrat
seorang manusia. Aku lupa pada tujuan menjadi seorang wanita. Aku lupa pada
pencipta. Aku lalai menjadi manusia.
Ketika Tuhan murka, aku masih saja lalai di depan cermin
memoles wajah yang semakin keriput dimakan usia. Aku ringkih dalam penyesalan,
di antara dinding reot peninggalan masa muda yang terlalu ria.
Aku terlelap dalam hasutan iblis berparas indah yang
memiliki dusta. Aku hempaskan diriku dalam fatamorgana. Bahkan hingga aku
tersadarpun, aku lupa pada apa yang seharusnya aku lakukan. Aku tidak bisa lagi
membedakan kebathilan hidup yang sebenarnya.
“Aku salah, Tuhan!”
“Aku yang mendustakanmu. Dari akulah masalah itu bersumber
sebenarnya.”
Aku penuhi sepanjang hidupku dengan penyesalan tak bertepi
yang tak bisa aku luruskan.
Maka dari itu, Maafkan aku Tuhan. Biarkan aku mati dalam
ketenangan jiwa dan raga, dalam keadaan bersimpuh pada-Mu semata.
0 komentar:
Post a Comment