Monday, 8 September 2014

Lalai yang Menyesal

Aku mencari celah diantara banyaknya asa, barangkali ada yang silap kuingat untukku usaha wujudkan dalam nyata. Namun aku merasa ini akan menjadi sampah percuma, karena aku terlalu lambat menyesalinya.

Ribuan hari terlewati sia-sia. Sedangkan aku disini masih sibuk membilang tentang cita-cita. Bagai masih menjadi boneka kecil ibu. Disaat tersadar kini aku terlanjur renta.

Setapak demi setapak, menjadi mil yang tak pernah aku bayangkan dapat melewatinya. Menyesakkan dada. Bahkan aku masih tak sadar diri tentang sisa waktu Tuhan untukku menabung amal menemui-Nya. Catatanku masih kosong tak bertinta, selain dari lembar dosa yang bahkan aku tak sanggup menebusnya.

Aku wanita lalai dalam hidup. Gila pada harta, pada keindahan dunia. Aku khilaf untuk kesekian kalinya, atau untuk sepanjang hayat yang aku jalani selamanya.

Aku lupa pada hakikat sebuah kelahiran. Aku lupa pada kodrat seorang manusia. Aku lupa pada tujuan menjadi seorang wanita. Aku lupa pada pencipta. Aku lalai menjadi manusia.

Ketika Tuhan murka, aku masih saja lalai di depan cermin memoles wajah yang semakin keriput dimakan usia. Aku ringkih dalam penyesalan, di antara dinding reot peninggalan masa muda yang terlalu ria.

Aku terlelap dalam hasutan iblis berparas indah yang memiliki dusta. Aku hempaskan diriku dalam fatamorgana. Bahkan hingga aku tersadarpun, aku lupa pada apa yang seharusnya aku lakukan. Aku tidak bisa lagi membedakan kebathilan hidup yang sebenarnya.
“Aku salah, Tuhan!”
“Aku yang mendustakanmu. Dari akulah masalah itu bersumber sebenarnya.”

Aku penuhi sepanjang hidupku dengan penyesalan tak bertepi yang tak bisa aku luruskan.

Maka dari itu, Maafkan aku Tuhan. Biarkan aku mati dalam ketenangan jiwa dan raga, dalam keadaan bersimpuh pada-Mu semata.  

0 komentar:

Post a Comment