Tuesday, 27 December 2016

Hi, Job Seeker

Hi, Job Seeker

Sudah semusim aku tak lagi berjumpa dengan teman - teman kampus, materi materi kuliah, para dosen, segala hal yang dulunya menjadi rutinitas. Perlahan kita menjauh, disibukkan oleh banyak hal. Kamu dengan agenda penting yang harus kamu lakukan. Aku dengan segudang mimpi-mimpi yang hanya aku gantung pada angan angan.
seperti beruang kutub, sekarang aku malah sedang melakukan hibernisasi. Bermalas malasan. Tidur panjang. Hanya memikirkan senang-senang. Well, mungkin ini adalah hikmah bagi seorang pengangguran.

Mencari pekerjaan tentu saja harus dicoba. Tapi pekerjaan seperti apa, tetap menjadi bahan pertimbangan. Sedangkan dalam keluargaku, bekerja ya harusnya PNS. Hal ini terpatri begitu dalam dan menjadi sugesti beranak cucu dalam fikiran-fikiran kami. Aku sendiri lahir dari keluarga yang semuanya PNS, papa, mama, kakak dan abangku. Mereka semua PNS. Sedangkan Aku? Entahlah. Siapa yang tahu akan jadi apa aku nanti. Tes penerimaan PNS masih belum di buka. Aku masih enggan melempar lamaran ke perusahaan swasta, jangan tanya kenapa. Bekerja di bank, kata orang banyak mudharatnya. Sekarang aku malah menjadi pemilih yang tidak tahu diri.

Dalam hal mencari pekerjaan, aku sedikit bersyukur bahwa aku perempuan. Bukan maksud untuk bermanja-manja. Tapi dalam Islam pun dijelaskan bahwa lelaki adalah kepala keluarga yang berkewajiban untuk mencari nafkah. Bagi seorang lelaki yang sedang atau akan memikul beban dan tanggung jawab ekonomi keluarga, mendapatkan pemasukan tetap setiap bulannya merupakan kewajiban yang tidak bisa dielakkan. Dengan kebutuhan yang besar, manusia harus melakukan usaha apapun untuk memenuhinya, selama itu dalam koridor yang seharusnya. Ini pasti akan menjadi tekanan sendiri bagi para lelaki pencari kerja.

Terlalu banyak pengangguran di Indonesia. Aku menulis ini mewakili para job seeker dimana pun mereka berada. Aku setuju jika alasannya adalah karena orang Indonesia kurang kreatif, punya kebiasaan yang salah, penakut dan pemalas. Itu karakter masyarakat Indonesia, termasuk aku tentu saja. Yang menarik dari fakta ini adalah aku tidak bisa merubahnya, bahkan mindsetku sendiri. Mustahil  ketika kita berharap mendapat banyak uang sedangkan kita tidak ingin berusaha. Kali ini, biarkan aku menghujam sendiri hati ku bertubi tubi dengan kenyataannya :o

Dulunya aku bermimpi menjadi wanita karier. Pagi hari keluar rumah dengan busana layaknya pegawai kantoran. Sedangkan Kini usiaku 22. Aku rasa impianku mulai berubah. Kita kadang punya ambisi tersembunyi di dalam diri. Aku ingin mendirikan sebuah café kecil dengan desain yang menarik. Menyediakan menu menu sederhana yang unik. Tapi, café sering digunakan para muda mudi untuk pacaran berduaan. Mereka akan mengirimkan dosa pada catatan amalanku karena aku menyediakan tempat untuk mereka. Di lain waktu aku berfikir mungkin ada baiknya aku menjadi seorang tukang jahit, karena belakangan biaya menjahit baju terlalu mahal dan orang-orang rela mengeluarkan budget nya untuk itu. Fikiranku sering  berubah ubah dan merasa ini seperti kekonyolan yang lainnya. Sarjana Informatika duduk di balik mesin jahit, sia sia S.Kom ku. Sudah kukatakan, terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Pernah sekali perhatianku tertuju dengan sebuah postingan pada laman sosial media. Lama aku terpaku, lekat lekat aku menatap. Jangan katakan aku sebagai munafik dengan apa yang akan aku bahas selanjutnya.

“Diantara perintah Allah kepada wanita muslimah adalah untuk tinggal dan menetap di rumah rumah mereka. Perintah ini tidak hanya memberi hikmah bagi kaum wanita, namun juga mengandung kemaslahatan bagi umat. Allah ‘Azza wa Jalla bahkan membahas mengenai ini dalam surah Al Ahzab ayat 33."

Inti yang ingin aku katakan adalah, bahwa bekerja sebagai ibu rumah tangga pun adalah sebaik baiknya pekerjaan.


Aku menulis ini dengan sadar. Sadar dengan semua kekurangan dan keterbatasan. Sadar dengan kenyataan yang menyakitkan. Ada keinginanku untuk menjadi perempuan yang mandiri dengan memiliki penghasilan, aku pun berusaha dan berdoa untuk itu. Tapi mungkin ini bukan waktunya. Tapi mungkin Allah memiliki jalan lain yang lebih baik bagiku. Satu yang paling pantang adalah PUTUS ASA. Selebihnya, mari nikmati prosesnya.

0 komentar:

Post a Comment