Sempat satu kali aku diajukan dengan satu pertanyaan yang
sebenarnya sederhana,
“Jika ingin menjadi orang lain, andaikata kita bisa memilih
untuk menjalani hidup seperti orang lain. Kamu mau menjadi siapa?”
Berulang kali aku memutar otak untuk menemukan jawabannya. Aku
memang pernah beberapa kali terfikir untuk mencoba menjalani hidup seperti
seseorang yang lain, yang lebih keren
misalnya, yang lebih cerdas, yang lebih kaya, yang lebih menarik, yang kita lihat secara kasat mata bahwa hidup
mereka mungkin bisa jauh lebih menyenangkan dari hidup kita. Mungkin kalian
juga pernah memikirkan hal yang sama. Senang sekali membanding-bandingkan
kehidupan sendiri dengan kehidupan orang-orang dan selalu berakhir dengan
perasaan rendah diri karena merasa kurang disana dan disini.
Sejauh ini, yang aku dapat adalah tidak ada satupun
kehidupan seseorang yang sempurna. Hidup siapa yang selalu bahagia? Bahkan
artis terkenal sekaliber mancanegara mempunyai hidup penuh drama. Butuh usaha
untuk setiap pencapaiannya. Butuh pengorbanan untuk setiap kebahagiaan. Bahkan
kepuasaan butuh perencanaan yang sempurna yang hanya tercapai jika kita sudah
bersusah payah meraihnya.
Pernah aku membayangkan mungkin aku terlahir menjadi si “A”.
Lahir dari keluarga yang kaya raya, bertampang rupawan, tinggi semampai, ramah,
dan mandiri pula. Tapi belakang aku tahu bahwa ia merasa kesepian karena hanya menjadi
anak tunggal yang dibesarkan seorang ibu. Aku benci jika sepi. Mungkin jika aku menjadi dia aku akan depresi,
karena aku tak suka sendiri. Aku juga pernah terfikir bagaimana jika aku
menjadi si “B”, salah satu public figure yang bisa dikenal banyak orang. Dia
bisa membeli apapun dan kemanapun yang ia mau dengan penghasilannya. Tapi, aku
lupa bagaimana pedihnya perjuangan si “B” untuk bisa mendapatkan apa yang ia
genggam. Sedangkan aku berharap untuk bisa menjadi dirinya yang terkenal dan
kaya raya, tapi mungkin aku tak sanggup untuk latihan ini dan itu bahkan dengan
tidak tidur untuk tetap menjaga konsistensi, disamping aku harus tutup kuping
dengan segala pembicaraan miring dari para pengiri dan tak tahu diri. Jika aku
menjadi seperti dia… Mungkin aku tak
akan bisa bertahan lebih lama.
Setiap hidup manusia punya porsinya masing-masing. Aku
dengan porsi hidupku, dan kamu dengan porsi hidupmu. Jangan mencari
kesempurnaan, karena itu hanyalah kata pengganti “sesuatu yang tak akan pernah
bisa kamu mewujudkannya”. Jangan hanya ingin mendapatkan enaknya saja, tanpa
mau mengeluarkan jerih. Semuanya membutuhkan bayaran. Bahkan Allah memberikan
oksigen dengan harapan kita tahu diri dan tak lupa untuk selalu mengingat-Nya,
hanya kitalah yang kadang durhaka. Jika sudah begitu, jangan harapkan lagi
bahagia dan ketenangan jiwa. Ingat, bahwa semua itu ada maknanya. Tidak ada
yang sia-sia.
Jadi, setelah mempertimbangkan banyak hal. Sekalipun bisa
untuk menjadi orang lain, seandainya pun kita bisa memilih terlahir sebagai
siapa, aku akan tetap memilih menjadi
diri sendiri, yang sekarang aku jalani. Aku memang pernah jatuh dan
meninggalkan bekas luka tak sembuh dari masa lalu, tapi orang mana yang selama
21 tahun hidupnya tak pernah melakukan kesalahan. Manusia lahir dengan kekurangan,
kita bukan Malaikat yang tidak memiliki nafsu. Tapi setelah kesalahan dan
kegagalan itulah, kita seharusnya belajar. Bukan malah menghidarinya dengan
mengandai-andaikan sesuatu yang tak perlu.
0 komentar:
Post a Comment