Wednesday, 29 May 2013

Tanya Anak Negeri


 
Aku tak begitu paham dengan sistem politik di negaraku. Aku tak tahu makanan jenis apa ”reshuffle” yang sekarang marak dibicarakan oleh pejabat tinggi. Aku hanya seorang pelajar yang hanya tau bahwa negaraku Indonesia, simbolnya burung garuda, benderanya merah putih, dan didasari oleh pancasila. Aku mendapat pelajaran itu sejak aku duduk di sekolah dasar. Guru PPKN yang mengajarkan kepadaku. Beliau mengatakan,  ”Kita harus bela negara!”.

 
Aku tak tahu maksud perkataan guruku secara tepat saat itu. Apakah sebenarnya negara kita bersalah pada negara lain? Atau negara lain telah mencari masalah dengan negara kita? Mengapa kita harus membelanya? Setelah kita membela negara, apakah negara juga akan membela kita?  Apakah negara akan memberi makan kepada kita? Aku rasa tidak, orang tuaku bekerja banting tulang sebagai buruh tani untuk memenuhi kebutuhanku, pemerintah tidak memberinya uang. Pemerintah malah memberi izin orang-orang luar yang kulitnya berbeda dengan kami untuk memenuhi pemasaran di tempat kami sendiri.
 
Pemerintah tidak memberi kemudahan bagi kami. Yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya. Apakah ini takdir? Aku rasa tidak! Beberapa oknum yang mengaku dirinya cerdas, mengobok-obok kehidupan kami. Dia berwujud pejabat tinggi yang tak cukup hidup dengan penghasilannya sendiri, malah mengharapkan bagian kami, para orang-orang kecil ini.
 
Sejak aku SMP, aku mengetahui bahwa negaraku itu demokrasi. Yang aku tau, demokrasi itu artinya kebebasan. Apakah mengambil uang negara dengan bebas untuk kepentingan pribadi juga di sebut demokrasi kah? Inikah yang di harapkan ”kebebasan” bagi negara ini?
 
Kata orang tuaku yang merupakan petani, aku harus sekolah yang tinggi. agar bisa mengubah kehidupan kami nanti. Tapi, bagaimana bisa aku bersekolah? sedangkan pemerintah tak mau membiayai kami, dan kami tak punya cukup biaya bahkan untuk makan sehari-hari.
 
Aku membaca satu lembaran muka koran di sebuah warung kopi kecil dekat rumahku saat mengantar kue yang ibu titipkan, sekilas aku tahu bahwa negara mempersiapkan dana dalam jumlah tertentu untuk masalah pendidikan. Aku yang masih polos malah dengan bodoh menanyakan hal ini pada ayahku yang seorang petani,
”Kemana saja uang yang disediakan pemerintah untuk kami para pelajar ini?”
Ayahku yang tak kalah kolot malah mengatakan,
”Tak usah kau atur negara ini, aturlah dirimu sendiri! Mereka tak akan memperdulikanmu.”
Lalu ia berlalu begitu saja mengambil alat untuk mengasah satu-satunya sabit miliknya.
 
Aku mulai benci dengan negaraku sendiri, aku benci pada aturannya yang hanya dibuat demi keuntungan kalangannya sendiri. Tak ada yang memikirkan kami, para keluarga petani.
 
Aku melihat remaja-remaja seumurku menertawai negaranya sendiri di dalam negaranya ini, karena para pejabat tinggi negara ditemukan dalam sebuah situs internet berbugil ria dengan wanita. Para pemerintahan malah tak lagi punya cukup stok akhlak terpuji, bahkan untuk sekedar menjaga harkat martabatnya sebagai pemimpin kami. Tak malu untuk mengumbar janji, dan lari membawa uang berguni-guni sebelum memenuhi janji.
 
Kenapa semua dari mereka mempermainkan kami orang yang bodoh ini? Bukankan sebagai pemimpin harusnya mereka memberi kesejahteraan bagi kami? Atau mereka menggunakan penderitaan kami hanya untuk mendapatkan kesejahteraannya pribadi?
 
Yang bodoh tetap menjadi bodoh, yang pandai semakin menjadi-jadi. Mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk mengacuhkan yang lain lalu meraup keuntungan dari itu. Sebagian dari mereka malah jelas-jelas bekerja sama untuk menghancurkan kami.
 
Aku hanya pelajar. Bisa apa aku? Berulang kali aku memaki negaraku sendiri, tak ada yang perduli. Syukur, aku tak dianggap gila oleh orang-orang didekatku. Aku bisa gila karena negaraku. Lantas, untuk apa aku lalu membelanya?

0 komentar:

Post a Comment