Sunday, 6 January 2013

Celotehan Mahasiswa Baru


Sudah terhitung lima bulan sejak aku membunyikan genderang perang menuju masa perkuliahan. Dunia baru yang sangat berat bagi ku, dan aku rasa juga bagi mahasiswa baru jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) lainnya di Universitas Syiah Kuala. Berat, sangat memberatkan. Beberapa tugas datang bertubi, kuis silih berganti,  tiba-tiba midtest dan sekarang final telah menanti.



Awalnya, tak terfikir olehku akan bergabung bersama para saintis muda yang cerdas-cerdas ini. Bahkan tak terbayangkan, Informatika, jurusan yang aku pilih pada urutan pertama saat seleksi masuk mahasiswa baru ternyata adalah bagian dari jurusan di MIPA.  Mungkin aku yang terlalu bodoh, dan selebihnya karena Tuhan menakdirkanku pada jurusan ini.

Hari berlalu, aku mengerti masa perkuliahan bukan hal yang mudah. Setiap minggu aku harus mengumpulkan 3 laporan pada jadwal praktikum dasarku. Dan nyaris setiap malam aku bergadang untuk menyelesaikannya. Awalnya terlihat normal. Begadang hingga jam 3 malam memang sering aku lakukan sejak SMA. Tapi ini berbeda, bukan untuk menonton serial drama korea atau Thailand yang buatku berderai air mata. Yah, mungkin masih berderai air mata. Tapi kali ini karena harus bergadang menyelesaikan setumpuk tugas dari asisten lab tercinta.

Bulan-bulan pertama, masih dalam “eufhoria” zona baru perkuliahan, aku menganggap laporan sebagai tantangan yang mesti aku selesaikan. Namun, mendekati final, ternyata aku juga harus kalah dan tak lagi bisa memperdaya diri untuk menganggap semua akan baik-baik saja. Aku terbaring lemas hampir tak sadar diri, karena kemungkinan besar terlalu lelah. Hari-hari menjadi sangat berat. Tubuhku yang lemah, malah dengan mudah mengundang pilek, batuk dan bahkan radang tenggorokan yang buat aku demam tinggi dan malah harus dibopong untuk sekedar ke kamar mandi.

Mendekati final, semua hal serasa menjadi terlalu dipersulit. Aku yang harus buyar saat menjawab soal final biologi karena sakit kepala, atau yang blank saat final praktikum kimia sehingga tak menjawab beberapa soal, atau keadaan dimana saat aku harus merelakan beberapa soal final praktikum fisika yang tidak sempat aku selesaikan karena terlalu sibuk mengurus tissue-tissue untuk mengelap pilekku. Ah, semuanya tak bisa dalam control yang baik. Finalku tak berjalan sempurna.

Beberapa final masih menyusul. Tapi konsentrasi terus terpecah oleh rasa ketidakpuasan hasil kerjaku dalam final semester awal perkuliahan. Terlebih, usai aku mendapati diri tak dapat menyelesaikan satupun soal final FISIKA secara sempurna. Bukannya apa, untuk semester satu ini aku harus menopang sepenuhnya nilai mata kuliah FISIKA DASAR I pada nilai midtem dan nilai finalku serta hanya beberapa persen dari nilai praktikum fisika dasar I. Dan hasil yang aku peroleh adalah aku tak bisa menjawab soal midtemnya beserta soal finalnya. Dan bahkan aku terbilang gagal pada final praktikumnya. Aku gagal dan itu buat aku semakin membenci MIPAku.

Lima bulan berlalu, aku masih tak bisa menyatu dengan MIPAku. Air mata mungkin masih jatuh diam-diam disaat tangan terlalu sibuk mengetik laporan di laptop tengah malam buta sebatang kara, sedangkan tanganku cepat-cepat mengusapnya untuk menipu diri bahwa semuanya baik-baik saja. Aku masih terus mengeluh pada teman-temanku saat beberapa respon tak sempat kupersiapkan terlebih dahulu dan tentu akan membuat hasilnya tak sempurna. Dan aku masih saja mengeluh saat harus bersusah payah ke kampus, namun dosen tiba-tiba tak ada.

 Sejauh ini, aku sebut masa kuliah bagai di neraka, sedangkan kata mereka '’ini hanya usaha untuk mendapat yang lebih baik nantinya.’’ Lihatlah, betapa lapang hati mereka, atau betapa lemahnya perjuanganku melewati apa yang juga mereka lalui. Namun, ingin rasanya aku mengatakan pada mereka bahwa ‘’aku tau kalian merasakan hal yang sama, namun kalian tertutup oleh sandiwara untuk menganggap semua baik-baik saja.’’ Tidakkah kalian merasakan sakitnya? Kita dibunuh oleh waktu yang terus berlalu sedang kita masih terpaku oleh lembaran-lembaran yang bisa buat pohon dunia berkurang setiap saatnya. Ini gila!

Aku malu pada diri sendiri, menyadari bahwa tak ada motivasi dalam diri untuk mengubah semua menjadi lebih “wajar”. Aku terlalu bodoh atau aku yang terlalu manja, keduanya buat aku tak lagi menjadi ‘benar-benar manusia’ disaat harus berfikir.
Aku berada pada ambang jenuh yang tak dapat ditolerir oleh diriku. Kadang harus teriak dalam diam, untuk pecahkan problema yang terlalu penuh sesak. Atau harus menyanyi tanpa nada, untuk mencari hidupku yang lama. Biarkan aku menjadi normal, sesaat dalam pagelaran panjang penuh intrik belaka.
Aku percayakan ini hanya sementara. Dan hingga akhirnya bahwa semua benar-benar berakhir… 

Aku melewati masa-masa membuat laporan hingga tengah malam, baik itu untuk praktikum KIMIA DASAR I, praktikum FISIKA DASAR I, praktikum BIOLOGI DASAR I. Namun, sayang aku tak dapat mendaratkan secara mulus hasil-hasil praktikumku pada nilai-nilai yang memuaskan.
Aku merasa hidupku dikembalikan. Dan ternyata hal ini menjadikan aku sedikit merindukan rasa “harap cemas pengumpulan laporan’’. Hahahaha. Namun aku bertekad dalam hati, tidak akan mau mengulangi masa-masa ini untuk kedua kali. TIDAK AKAN!

Bagaimanapun, beberapa bulan yang telah aku lewati ini benar-benar menjadi ajang ospek untukku pribadi bisa bertahan dalam kerasnya kehidupan baru dalam zona perkuliahan. Aku menjadi pribadi baru, bukan hanya sebagai pribadi yang sudah terlatih membuat laporan, atau bukan sebagai mahasiswa yang terlatih tak tidur semalaman, tapi sebagai ‘benar-benar’ mahasiswa.

Aku ingin bisa menerima keadaan yang seperti ini, menjadi mahasiswa MIPA. Mencintai kampusku, seperti kawan-kawan SMAku mengatakan mencintai kampusnya. Aku ingin mencintai jurusanku, sebagaimana mahasiswa lain enjoy melakukan kegiatannya. Aku ingin mensyukuri pilihan Tuhan untukku ini, sehingga semua menjadi lebih sederhana.

Tuhan memberikan yang terbaik, hanya, tak selamanya yang aku mau ternyata adalah yang terbaik. Aku percayakan bahwa Tuhan lebih mengerti tentang diriku dan tentang mimpi kedua orang tuaku, sehingga Ia membimbingku masuk dalam keadaan ini.

Tuhan, sejauh ini aku sudah berusaha keras. Semoga Engkau memberikan hasil yang terbaik untuk setiap ujian-ujianku. Sepenuhnya tujuanku adalah kebahagiaan kedua orang tuaku. Aku tak ingin mengecewakan mereka di masa awal perkuliahanku. Maka, lancarkanlah ya Tuhan, dengan KuasaMu.

0 komentar:

Post a Comment