Friday, 5 May 2023

Untuk Aku

 Aku paham cuekmu yang sekarang adalah bentuk sembuh mu dari luka yang bekasnya masih ada, namun kamu memilih untuk menerima. 

Menjadi pemilih adalah usaha untuk tidak lagi menjadi bodoh karena terlalu mementingkan perasaan orang lain ketimbang perasaan kamu sendiri. 

Aku paham, kamu begini karena pernah menaruh hati pada seseorang yang bahkan kekurangannya kamu terima. Tapi yang kamu dapatkan, tidak ada.

Saturday, 24 August 2019

Rancu


Ada waktu yang tepat untuk menyelesaikan masa lalumu dan mempersiapkan masa depan. Dengan lugu kau bertanya, “kapan?”.

“sekarang!” jawabku teguh.

Mengapa kau sering sekali mempertanyakan sesuatu yang kau tahu? 
Membuat bingung dirimu dengan segala hal yang belum terjadi dan menghabiskan waktu merenungi yang berlalu. Dirimu seseorang yang tak bisa ditebak. 

kita sampai dibagian saling meragukan dan takut saling mengecewakan. 
Mari sama-sama kita selami, mungkin masalahmu yang sebenarnya bukan yang kau pertanyakan.  Mungkin adalah jawaban yang kau tahu dengan pasti, tapi kau berharap sesuatu yang lain bisa terjadi.

Selamat menua, kamu!


Setelah setua ini aku sadar, bahwa yang paling mengerikan itu adalah ekspektasi. 
Omong kosong selalu menjadi topik yang menarik. Sedang imaji kadang berlebih untuk menarik diri pada khayalan yang sulit. Ada realita yang mengiris perlahan kuat hati. Sedang kita sibuk mencari obat, ternyata kita lupa bahwa sakit itu hanya sugesti. Apa yang bisa mengobati luka dalam ini?

Yang kutakutkan dari mulai berharap adalah - Berpangkal dari harapan, lalu setapak demi setapak semakin berjarak dari kenaifan, mengharap lagi dan lagi bahkan melewati perlu. hingga hati sedikit demi sedikit menjadi bebal. Membolehkan yang tidak dan menidakkan keharusan demi memuaskan  -sekedar kepuasan—

Seperti kompleksitas tak terbatas.

Mungkin benar katamu, aku ini rumit. Pemikiranku punya alurnya sendiri, yang tak bisa diprediksi.

Setelah setua ini aku sadar, aku masih belum paham diriku sendiri.

Walaupun begitu, selamat menua. Pahami, umur bukan sesuatu yang bisa kita ajak kompromi.

Wednesday, 2 January 2019

Lapang Dada


Tapal batas antara masa lalu dan masa depan hanya hari ini saja. Dan hari ini akan berganti kurang dari setengah jam lagi. Apa yang kita inginkan di masa depan dan kita berusaha lupakan di masa lalu hanya masalah perspektif . Memaksakan semua sesuai kehendak hanya membuat lelah.

Jika masa lalumu begitu berat, kamu hanya tak perlu menoleh kebelakang. Ketika kenangan itu kamu reka dan terciptalah luka. Saat itu kamu semakin tak bisa memaafkan dirimu lebih dari siapapun disekitarmu. Kamu hanya perlu menertawakan setiap kebodohanmu, biar sesekali kenangan beterbangan masuk ke matamu, dan tumpah dalam peluk, rebah dalam sujud.  Dengan begitu, harusnya bisa lebih mudah untukmu. Kamu hanya perlu menjadi arus yang bergerak, dan biarkan hati yang menuntun, ia tahu kemana harus berlabuh. Akan menjadi baik atau buruk, kita tak akan pernah tahu hingga semua telah berlalu, serahkan semua pada waktu. Tiba pada  titik tertentu, tak ada yang lebih baik dari hanya menerima.

Sudut Pandang

Menjadi tua tidak selalu memposisikan kita tahu segalanya. Tua, seharusnya menjadikan kita semakin sadar bahwa begitu banyak hal yang tak kita ketahui. Ada kapasitas yang terbatas untuk saling memahami dan itu manusiawi. Jadi, merasa diri paling mengerti adalah bentuk kekeliruan. Terutama jika itu perihal hati.

Banyak hal kadang tak sesuai harapan. Namun setelah waktu berlalu, bahkan sebentuk kegagalan pun menjadi sesuatu yang indah dengan jalan yang berbeda. Kita yang hanya perlu mengubah sudut pandang. Bukan kegagalan yang sebenarnya kita harus takutkan, tapi kemampuan untuk bertahan yang hilang. Tak ada perjalanan tanpa resiko. Bahkan jalur bebas hambatan memiliki angka kecelakaan yang cukup tinggi. Namun bukan berarti kita mengurung diri, kita hanya perlu berhati-hati. Jikapun terluka, sakitnya tak begitu dalam kita rasa. hingga kita akhirnya mengerti arti bangkit setelah jatuh berulang kali.









Monday, 11 September 2017

Perayaan 23

23 tahun, perjalanan panjang yang merindukan. Serasa sangat kental, masih basah dan begitu berbekas diingatan. Aku serasa mengembalikan jarum waktu yang sempat berlalu, beberapa waktu yang silam.  Berkubang dalam kenangan, mencoba lebur dalam genangan dan pecah beriak membentuk cyrcle yang berlapis rapi. Aku tenggelam dalam renungan masa lalu.

Aku mungkin belum menjadi yang terbaik, tidak bisa sempurna, bahkan ketika 22 tahun aku telah belajar untuk menjadi lebih baik. Belum di mata manusia, pun belum di sisi Tuhan. Menjadi sempurna hanya ilusi, seperti menggenggam udara dalam kepalan tangan. Ketika aku fikir telah menggenggamnya, aku tak tahu jika dia mungkin tiba-tiba menghilang. Menguap, tak tinggalkan jejak. 

Kadang hati tak pernah merasa cukup, kadang bibir yang terlalu mudah mengeluh. Ada air mata yang bosan jatuh dan memilih untuk menjadi angkuh. Setiap apa yang dialami, ada Allah yang begitu peduli dan selalu disisi. Sekalipun segala hal terasa sukar, selalu ada alasan untuk tegar.

Aku bersyukur. Tentu saja. Banyak hal yang patut disyukuri dari setiap detak yang terdengar dan detik yang berlalu. Apalagi yang mesti di sesali? Tidak ada. Yang lalu telah berlalu dengan hasil yang baik. Alhamdulillah lagi dan lagi. Atas nikmat sehat, nikmat rezeki, nikmatnya kasih sayang keluarga, sahabat dan orang-orang terdekat. Aku  tak punya alasan untuk menyesali apapun.

Menjadi tua bukan perkara sederhana. Ini tentang tanggung jawab yang bertambah, terhadap Allah, terhadap orang tua, terhadap diri sendiri. Ketika beban di pundak menjadi lebih berat, kita hanya perlu menjadi lebih kuat untuk bisa berdiri tetap tegak.  Jadi, mari lihat bagaimana Allah memberi kita waktu untuk bertahan.

Tuesday, 27 December 2016

Hi, Job Seeker

Hi, Job Seeker

Sudah semusim aku tak lagi berjumpa dengan teman - teman kampus, materi materi kuliah, para dosen, segala hal yang dulunya menjadi rutinitas. Perlahan kita menjauh, disibukkan oleh banyak hal. Kamu dengan agenda penting yang harus kamu lakukan. Aku dengan segudang mimpi-mimpi yang hanya aku gantung pada angan angan.

Saturday, 3 September 2016

Menjadi Tua (22)

Menjadi Tua

Aku masih tidak mengerti mengapa pertambahan umur menjadi sesuatu yang layak diberi selamat. Aku masih tidak mengerti filosofi meniup lilin disaat kita mengulang hari kelahiran. Aku hanya setuju jika disaat bertambah umur, kita harus kembali mengenang rasa sakit Mama melahirkan. Mengenang hari dimana Mama mempertaruhkan nyawanya demi nyawa baru. Mencintainya semakin banyak, karena setelah melahirkan, beliau menjaga, menyayangi dan mendidik kita hingga saat ini, hingga aku genap berusia 22 tahun.

Menjadi tua bukan perkara umur saja, tapi fikiran, tindakan dan harapan. Kita menjadi tua saat kita tidur dan masih terbangun di pagi hari. Kita menjadi lebih tua saat yang lebih muda lahir setiap hari. Kita menjadi tua bahkan saat kita berfikir belum pernah menikmati masa muda. Semua berlalu hanya dalam sekejap mata.  Dan kita merayakan pertambahan umur setiap tahun, untuk semakin meyakinkan diri kita bahwa benar kita bertambah tua. Siapa tahu ini akan menjadi tahun terakhir. Siapa tahu. Karena Tuhan punya rencana yang tidak bisa kita tentukan akhirnya.

Manusia lahir tanpa pakaian apapun yang melekat, tanpa harta, tanpa gelar, tanpa tahta, tanpa apa apa. Tapi, kita lahir bersamaan dengan harapan-harapan besar para orang tua yang kita pikul pada pundak-pundak kita. Harapan-harapan itu, sudahkah kamu mewujudkannya? Harapan-harapan itu, apakah kamu sudah memahaminya? Setidaknya berusaha untuk memenuhinya?

Aku 22. Kini menyandang status sarjana, fresh graduate katanya. Walaupun masih tak cukup, setidaknya aku punya suatu hasil yang bisa aku pertanggung jawabkan pada mama dan papa. Ini sebagai harapan, yang mama dan papa merasa terwujud setelah mereka melihatku mengenakan baju toga. Aku lulus tepat waktu, 3 tahun 9 bulan dengan nilai yang cukup membahagiakan, sehingga predikat Cumlaude bisa didengungkan bersamaan dengan namaku saat yudisium dan wisuda. Aku tepat duduk di belakang mama saat itu, menatap mukanya yang menunduk dengan tenang menghela nafasnya. Air muka itu, aku ingin melihatnya lagi. Aku merasa kecanduan untuk membuatnya bahagia lagi, dan lagi. Berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang mapan, bisa memenuhi kebutuhannya, bisa melepaskan segala tanggung jawabnya sebagai orang tua dengan menikahi seorang pria baik-baik yang tentu saja disenangi olehnya, oleh mama dan papa. Mendapatkan ridhanya mereka dan mengenggam berkahnya Illahi Rabbi.

Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku telah menjadi tua, bukan perkara umur saja, tapi fikiran, tindakan dan harapan. Apa yang salah dengan menjadi tua?

Monday, 20 June 2016

Clear The Way

Setelah sukses ngelewatin masa-masa suram ngerjain TA, banyak yang nanya dan penasaran gimana rasanya jadi sarjana. Well, aku kasih tau satu hal. Rasanya jadi sarjana itu, beban. Mau kemana setelah kuliah? Masa’ iya di rumah aja. Ga asik juga nangki di kampus, berasa tua-nya. Uda diteror pula dengan pertanyaan, “mau lanjut S2 kemana? Atau mau langsung kerja?”. Tarik napas dulu kali.

Buat yang masih berjuang menanti sidang putusan para dosen  (cailah), aku pengen bagi cerita pengalaman rasanya duduk di depan 5 dosen dan diajukan pertanyaan yang kita ga pernah bayangin bakal di tanyain, dari yang paling penting sampe yang engga banget. Buat kamu yang sekalipun asli pinternya, pura-pura bodoh di dalam keadaan seperti itu adalah solusi terbaik dari yang paling baik. Jangan sok belagu dan ngelawan apa kata dosen, dalam situasi sidang. Pinter-pinter deh ngomong dan ngajak diskusi para dosen yang lagi mengintrogasi, pasang tampang menyakinkan.

Hal lainnya yang perlu diketahui bagi para mahasiswa, Jangan bicara yang engga perlu pas sidang. Karena setiap kata yang keluar dari mulut, bisa aja nimbulin pertanyaan baru bagi para dosen eksekusi. Keep calm sekalipun kamu ga punya bayangan kayak apa jawabannya. Kalo kamu udah membatu, dosen yang nanyain itu mungkin bakal kasih clue menyangkut jawaban yang dipertanyakan. Ga bisa jawab satu – dua pertanyaan ga buat hidup kamu berakhir sampai disitu. Tetap jaga attitude.

Di saat sidang, kamu akan menuai apa yang kamu tanam selama masa-masa kuliah kamu beberapa tahun belakangan, penentuan judul Tugas Akhir, pemilihan dosen pembimbing , masa penelitian, penulisan laporan, seminar proposal dan hasil . Dalam hal ini, pemilihan dosen pembimbing dan penentuan judul penelitian, aku rasa sesuatu yang mendasar.

Pilih dosen pembimbing yang baik hatinya (syarat mutlak). Pastikan dosen tersebut sering berada di kampus, atau yang bisa kita jumpai kapan aja. Pilih dosen yang paling expert  menyangkut Tugas Akhir kamu, selain agar bisa membantu kamu jika punya kendala selama penelitian, hal ini juga untuk mengantisipasi supaya beliau tidak menjadi dosen penguji kamu nantinya. Pilih dosen yang humble, bersedia ngajarin kalau kamu lagi buntu selama penelitian, bukan yang bakal ngerendahin kamu dan buat kamu takut jumpai beliau untuk konsultasi. Yah, walaupun jarang ada dosen yang kumplit begini, setidaknya cari dosen pembimbing yang memenuhi sebagian dari syarat ini. Ini akan sangat mempengaruhi kamu dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

Selain itu, pemilihan judul Tugas Akhir juga penting. Kata kebanyakan orang, judul Tugas Akhir S1 jangan susah-susah. Katanya takut makan waktu yang lama dalam penelitian. Untuk hal ini, aku sih sebenarnya kurang setuju ya. Mahasiswa kan maunya punya judul Tugas Akhir S1 yang kedengarannya aja udah keren. Soalnya, ini bakal jadi sejarah untuk sepanjang hidup si Mahasiswa. Masa’ iya ngerjain TA gitu-gitu aja, kayak ngerjain tugas kampus atau projek-an final mata kuliah. Kan kurang greget (eseeeh). But, point-nya adalah pilih judul Tugas Akhir yang kamu yakin banyak referensi yang me-refer to judul kita. Pastiin kita punya cukup sumber untuk mempelajari hal tersebut. Disiplin adalah kunci utama, harus rajin baca, rajin konsul, tahan banting dengan segala kemungkinan. Yah, usahanya juga harus setimpal lah untuk menghasilkan sesuatu yang keren. Pastiin kita punya pemahaman yang cukup tentang judul yang kita ajuin, sebelum kita naik seminar proposal.

Kalau ada yang bilang “ngerjain Tugas Akhir itu gampang”, dia itu bohong besar. Jarang ada mahasiswa yang mulus-mulus aja ngerjain Tugas Akhir. Ada aja kendalanya, data yang kurang lah, referensi yang absurd, penelitian yang gagal, hasil yang engga sesuai, dosen yang susah ditemui, malas yang sering datang ga kenal waktu, kurang ini, kurang itu. Pokoknya ada aja. Jadi, harap maklum kalo mahasiswa tingkat akhir ini menggalau dan suka sensi atau tempramen tiba-tiba (wkwkwkw). Kalaupun kalian lihat ada mahasiswa tingkat akhir yang tetap kalem dan ceria ketawa sana sini sekalipun dengan sejumlah kendala yang udah di tulis sebelumnya, cuma ada 2 alasannya. Alasan pertama karena mahasiswa itu sabar tingkat dewa, alasan lainnya karena mahasiswa itu ga perduli dengan TA-nya. Ini bisa di survey langsung  deh.

Setelah niat ngerjain Tugas Akhir udah ada, usaha udah maksimal, doa udah gencar. Selebihnya, biarkan Allah yang menunjukkan kekuasaan. Seperti yang sudah aku katakan, hasil tidak akan mengkhianati proses. Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan umat-Nya. Lewati segala sakit ngerjain TA dalam ikhlas. Ini hanya duniawi, tak kamu bawa sampai mati.    

Lalu, “mau lanjut S2 kemana? Atau mau langsung kerja?”

Hah, aku sih percaya ya, hidup manusia itu udah ada yang ngatur.  Hanya Allah yang tahu kemana air mengalir, kemana takdir menentukan akhir.  Mau kata apa juga, sabar aja deh dulu dan lihat bagaimana Allah menuntun tapak melangkah dan mengijabahkan doa diwaktu yang tepat. Yah, di doakan sajalah, semoga apapun yang Allah takdirkan, S2-kah, kerja-kah, ataupun menikah-kah, semoga adalah sebaik-baiknya masa depan. Sebaiknya langkah dalam mengisi hidup agar menjadi lebih bermakna dan tidak sia-sia belaka.

Mari kita aminkan,
Semoga yang belum sarjana, bisa cepat nyusul jadi sarjana.
Semoga yang lagi berusaha dapat kerja, bisa cepat di-pekerja-kan atau membuka lapangan pekerjaan dan mendapatkan rizki yang halal.
Semoga yang lagi menunggu jodoh, dipertemukan dengan jodohnya di waktu yang tepat dengan sosok yang tepat pula.
Semoga yang belum bahagia, dibuka hatinya agar lebih bersyukur.

Bismillah, Luruskan niat. tidak akan ada usaha yang sia-sia. 

Sunday, 8 May 2016

Beranjak

Ketika waktu mulai beranjak dan kaki kian menapak, kita semakin mengerti bahwa hidup bukan hanya tentang hari ini, tapi mungkin akan jauh kedepan, selama nafas masih diberikan. Kita mulai membuat perencanaan yang lebih manusiawi. Tak lagi bermimpi memiliki pintu kemana saja. Tak berharap bisa mengambil bintang untuk menempelnya pada langit-langit kamar. Tak lagi bermimpi memiliki taman yang penuh ice cream, coklat dan mainan. Kita tak lagi meminta yang tak masuk akal. Yang diharapkan hanya semua bisa berjalan sewajarnya dan mampu mengatasi masalah dengan kelapangan hati dan ketenangan fikiran.

Tahun-tahun silam adalah saat dimana aku enggan beranjak dewasa. Saat dimana mimpi yang kubuat hanya sebatas hari ini. Dimana dunia dongeng begitu kuanggap nyata dalam duniaku. Hingga ketika aku sadar betapa kejamnya kehidupan nyata yang sedang menunggu. Pun begitu, aku berusaha untuk mencari tahu, berusaha menggapai, mendengar, dan menyentuh kehidupan yang terlihat kejam itu. aku ingin merasakan. Aku cukup kuat untuk menyeka air mata dan hanya menahannya untukku. Aku bukan lagi anak-anak yang tanpa beban, aku mengerti arti tanggung jawab dan segala kewajiban.


Dalam perjalanannya, aku sering melawan diriku sendiri yang menciptakan ragu. Aku menatap sisi lainku dalam cermin. Aku terlihat lugu mencari tahu. Di pundak, kupikul sederatan kisah masa lalu. Aku melihat ke-aku-anku dalam diriku, tertutup asa yang dihalangi pesimis. Selayaknya lapisan kaca yang rapuh. Bagaimana harusku menopang? ketika angin menyapa, aku mudah jatuh. Menjadilah kuat dan mendewasalah. Aku yakin aku mampu. Melebihi angin, kita bisa menghalau badai, jika perlu kita hilangkan segala ketidakmungkinan itu. Gagal hanya masalah waktu. Sedangkan waktu akan beranjak. Dan di waktu yang akan datang, sakit yang kita rasa hari ini hanyalah “masa lalu”.