23 tahun, perjalanan panjang yang merindukan. Serasa sangat
kental, masih basah dan begitu berbekas diingatan. Aku serasa mengembalikan
jarum waktu yang sempat berlalu, beberapa waktu yang silam. Berkubang dalam kenangan, mencoba lebur dalam
genangan dan pecah beriak membentuk cyrcle yang berlapis rapi. Aku tenggelam
dalam renungan masa lalu.
Aku mungkin belum menjadi yang terbaik, tidak bisa sempurna,
bahkan ketika 22 tahun aku telah belajar untuk menjadi lebih baik. Belum di
mata manusia, pun belum di sisi Tuhan. Menjadi sempurna hanya ilusi, seperti
menggenggam udara dalam kepalan tangan. Ketika aku fikir telah menggenggamnya,
aku tak tahu jika dia mungkin tiba-tiba menghilang. Menguap, tak tinggalkan
jejak.
Kadang hati tak pernah merasa cukup, kadang bibir yang
terlalu mudah mengeluh. Ada air mata yang bosan jatuh dan memilih untuk menjadi
angkuh. Setiap apa yang dialami, ada Allah yang begitu peduli dan selalu
disisi. Sekalipun segala hal terasa sukar, selalu ada alasan untuk tegar.
Aku bersyukur. Tentu saja. Banyak hal yang patut disyukuri
dari setiap detak yang terdengar dan detik yang berlalu. Apalagi yang mesti di sesali?
Tidak ada. Yang lalu telah berlalu dengan hasil yang baik. Alhamdulillah lagi
dan lagi. Atas nikmat sehat, nikmat rezeki, nikmatnya kasih sayang keluarga,
sahabat dan orang-orang terdekat. Aku
tak punya alasan untuk menyesali apapun.
Menjadi tua bukan perkara sederhana. Ini tentang tanggung
jawab yang bertambah, terhadap Allah, terhadap orang tua, terhadap diri
sendiri. Ketika beban di pundak menjadi lebih berat, kita hanya perlu menjadi
lebih kuat untuk bisa berdiri tetap tegak. Jadi, mari lihat bagaimana Allah memberi kita
waktu untuk bertahan.