Aku masih tidak mengerti mengapa pertambahan umur menjadi
sesuatu yang layak diberi selamat. Aku masih tidak mengerti filosofi meniup
lilin disaat kita mengulang hari kelahiran. Aku hanya setuju jika disaat
bertambah umur, kita harus kembali mengenang rasa sakit Mama melahirkan. Mengenang
hari dimana Mama mempertaruhkan nyawanya demi nyawa baru. Mencintainya semakin
banyak, karena setelah melahirkan, beliau menjaga, menyayangi dan mendidik kita
hingga saat ini, hingga aku genap berusia 22 tahun.
Menjadi tua bukan perkara umur saja, tapi fikiran, tindakan
dan harapan. Kita menjadi tua saat kita tidur dan masih terbangun di pagi hari.
Kita menjadi lebih tua saat yang lebih muda lahir setiap hari. Kita menjadi tua
bahkan saat kita berfikir belum pernah menikmati masa muda. Semua berlalu hanya
dalam sekejap mata. Dan kita merayakan
pertambahan umur setiap tahun, untuk semakin meyakinkan diri kita bahwa benar
kita bertambah tua. Siapa tahu ini akan menjadi tahun terakhir. Siapa tahu. Karena
Tuhan punya rencana yang tidak bisa kita tentukan akhirnya.
Manusia lahir tanpa pakaian apapun yang melekat, tanpa harta,
tanpa gelar, tanpa tahta, tanpa apa apa. Tapi, kita lahir bersamaan dengan
harapan-harapan besar para orang tua yang kita pikul pada pundak-pundak kita. Harapan-harapan
itu, sudahkah kamu mewujudkannya? Harapan-harapan itu, apakah kamu sudah
memahaminya? Setidaknya berusaha untuk memenuhinya?
Aku 22. Kini menyandang status sarjana, fresh graduate katanya. Walaupun masih tak cukup, setidaknya aku punya
suatu hasil yang bisa aku pertanggung jawabkan pada mama dan papa. Ini sebagai harapan,
yang mama dan papa merasa terwujud setelah mereka melihatku mengenakan baju
toga. Aku lulus tepat waktu, 3 tahun 9 bulan dengan nilai yang cukup
membahagiakan, sehingga predikat Cumlaude bisa didengungkan bersamaan dengan
namaku saat yudisium dan wisuda. Aku tepat duduk di belakang mama saat itu,
menatap mukanya yang menunduk dengan tenang menghela nafasnya. Air muka itu,
aku ingin melihatnya lagi. Aku merasa kecanduan untuk membuatnya bahagia lagi,
dan lagi. Berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang mapan, bisa memenuhi
kebutuhannya, bisa melepaskan segala tanggung jawabnya sebagai orang tua dengan
menikahi seorang pria baik-baik yang tentu saja disenangi olehnya, oleh mama
dan papa. Mendapatkan ridhanya mereka dan mengenggam berkahnya Illahi Rabbi.
Seperti yang aku katakan
sebelumnya, aku telah menjadi tua, bukan perkara umur saja, tapi fikiran, tindakan
dan harapan. Apa yang salah dengan menjadi tua?